View Allpendidikan

PENDIDIKAN

INPIRASI

Latest News

Sabtu, 29 November 2025

Pendidikan Nonformal dan Kesetaraan - Apa dan Mengapa


Pendidikan nonformal adalah jalur di luar pendidikan formal yang tetap terstruktur dan berjenjang.  Program “pendidikan kesetaraan” melalui Paket A, B, dan C ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada warga yang karena berbagai alasan (misalnya putus sekolah, keterbatasan ekonomi, kesibukan kerja, atau kendala waktu/geografi) agar tetap memperoleh pendidikan yang setara dengan sekolah formal. 

Paket A setara dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD). Paket B setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Paket C setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Pendidikan kesetaraan bukan hanya soal mendapatkan ijazah “formal” secara setara, tetapi juga tentang memfasilitasi pemerataan akses pendidikan, memberikan kesempatan belajar bagi orang dewasa atau pekerja, serta membuka peluang untuk melanjutkan pendidikan atau memasuki dunia kerja dengan legitimasi formal. 

Dengan begitu, bagi banyak warga belajar dewasa, seperti usia di atas 25 tahun, bekerja atau mencari pekerjaan, program ini memberi harapan dan peluang nyata untuk “memperbaiki” status pendidikan mereka dan meningkatkan potensi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Regulasi dan Legalitas: Dasar Hukum Pendidikan Kesetaraan

Program pendidikan kesetaraan (nonformal) di Indonesia memiliki dasar hukum dan regulasi resmi. Sebagai contoh:

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), disebut bahwa pendidikan nonformal termasuk jalur pendidikan dan bahwa pendidikan kesetaraan adalah bagian dari pendidikan nonformal, setara dengan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. 

Dengan demikian, peserta Paket A, B, C yang lulus memiliki hak dan pengakuan yang sama dengan lulusan sekolah formal pada jenjang yang setara. 

Artinya, bagi mereka yang bersekolah lewat jalur nonformal, memperoleh ijazah kesetaraan bukan hanya soal melengkapi dokumen  tetapi menyangkut pengakuan resmi dan legal, yang memungkinkan akses ke peluang pendidikan lebih lanjut atau dunia kerja, sama seperti lulusan sekolah formal.

Peran Ujian atau Asesmen: Dari Ujian Akhir hingga Tes Nasional

Dalam pelaksanaan pendidikan kesetaraan, ujian atau asesmen berperan penting. Misalnya:

Ujian kesetaraan / asesmen akhir menjadi syarat untuk mendapatkan pengakuan formal atas hasil belajar  sehingga ijazah kesetaraan bisa diterbitkan. 

Baru-baru ini, bagi peserta Paket A, B, dan C diwajibkan mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA) agar hasil belajar mereka diakui secara resmi. 

TKA ini berfungsi sebagai “standar nasional”, untuk memastikan bahwa kompetensi akademik peserta jalur nonformal setara dengan pendidikan formal sehingga ijazah mereka diakui. 

Dengan kata lain: meskipun pendidikan nonformal memberi fleksibilitas dalam jam belajar, metode, atau bahkan lokasi di ujung proses tetap ada mekanisme penilaian/ujian yang memastikan mutu dan kesetaraan. Ini penting agar hasil belajar bukan hanya “sekadar kursus” tetapi diakui seperti sekolah formal.

Kenapa Ujian / Asesmen Itu Penting ,Terutama bagi Warga Belajar Dewasa

Ketika Anda mempertimbangkan realitas bahwa banyak warga belajar dalam pendidikan nonformal adalah dewasa, pekerja, mencari pekerjaan, atau punya prioritas kehidupan lain  ada beberapa alasan mengapa ujian/asesmen tetap penting dan relevan:

1. Validasi Legal & Formalitas, Supaya Hasil Belajar Diakui

Tanpa lulus ujian/asesmen, sulit bagi peserta nonformal untuk mendapatkan ijazah yang diakui. Bagi warga dewasa yang butuh ijazah tersebut untuk melamar kerja, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, atau melanjutkan pendidikan  legalitas ini krusial.

2. Menjamin Kompetensi, Bukan Sekadar Kehadiran atau Proses

Karena peserta nonformal memiliki latar yang sangat beragam (usia, latar belakang pendidikan, aktif bekerja, dsb), ujian akhir/TKA memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan dan keterampilan dasar/menengah sebagaimana standar nasional. Ini menjaga kualitas lulusan nonformal agar tidak “di bawah” lulusan formal.

3. Kesempatan Akses Pendidikan dan Pekerjaan yang Setara

Dengan ijazah kesetaraan resmi, warga belajar dewasa bisa punya peluang yang setara dengan lulusan formal: melanjutkan studi, mendaftar pekerjaan, atau meningkatkan prospek kehidupan. Tanpa pengakuan resmi, usaha mereka mungkin kurang dihargai di dunia kerja atau studi lanjut.

4. Fleksibilitas Tetap Dibalas dengan Akuntabilitas

Pendidikan nonformal memberikan fleksibilitas  ideal bagi orang dewasa dengan pekerjaan atau tanggung jawab lain. Namun fleksibilitas itu tidak berarti “tanpa standar”. Ujian/asesmen memastikan bahwa fleksibilitas tidak mengorbankan mutu dan kredibilitas.

5. Motivasi dan Profesionalisme bagi Warga Belajar Dewasa

Bagi orang dewasa, mengikuti ujian akhir atau TKA bisa menjadi motivasi serius untuk kembali belajar, memperbarui diri, untuk masa depan  bukan sekadar ikut kelas tanpa target. Ini membantu menjaga keseriusan dan komitmen mereka dalam menuntaskan pendidikan.

Tantangan dan Nuansa: Ketika Pendidikan & Kehidupan Tidak Mudah

Meski penting, pelaksanaan ujian/asesmen bagi warga belajar nonformal  terutama dewasa juga memiliki tantangan:

Banyak peserta yang bekerja atau sudah punya tanggung jawab keluarga, sehingga waktu belajar dan persiapan ujian terbatas. Disinilah fleksibilitas program nonformal membantu. Namun tetap dibutuhkan komitmen ekstra agar efektif belajar, bukan sekadar formalitas.

Akses sarana/prasarana: menurut laporan pelaksanaan  di beberapa tempat, pelaksanaan TKA/Uji Kesetaraan mensyaratkan sarana seperti komputer, listrik, internet  ini bisa jadi hambatan di daerah atau bagi peserta yang kurang fasilitas. 

Stigma sosial atau persepsi bahwa “nonformal = kurang baik”  padahal dengan adanya regulasi, asesmen, dan ijazah resmi, kualitas dapat dijamin.

Kesimpulan: Ujian Akhir dan Asesmen = Jembatan Antara Fleksibilitas & Pengakuan Formal

Bagi warga belajar di jalur nonformal Paket A, B, C  terutama mereka yang dewasa, bekerja, atau punya prioritas hidup lain,  fleksibilitas adalah alasan utama memilih jalur ini. Namun fleksibilitas saja tidak cukup, Ujian akhir atau asesmen seperti TKA / Uji Kesetaraan adalah fondasi penting agar hasil pendidikan benar-benar diakui secara formal, setara dengan lulusan sekolah formal.

Dengan regulasi yang jelas dari pemerintah, dan pelaksanaan asesmen yang konsisten, peserta kesetaraan tidak kehilangan hak akses ke pendidikan lebih lanjut atau dunia kerja. Ini menjadikan pendidikan nonformal bukan sekadar “alternatif”, melainkan jalur yang serius dan bermartabat untuk memperbaiki kualitas hidup.

Karena itu,  ujian akhir semester/asesmen sangat penting bagi warga belajar nonformal. Tanpanya, fleksibilitas tidak akan berarti apa-apa, dan usaha belajar bisa kurang dihargai.

Salam Pendidikan Non Formal, Belajar Sepanjang Hayat

Selasa, 25 November 2025

Refleksi Hari Guru, Tutor Kesetaraan Pendidikan Nonformal, Peran Setara, Pengabdian Nyata


Foto: Tutor sedang memberikan materi ajar kepada Warga Belajar SPNF SKB Subang

Setiap tanggal 25 November, bangsa Indonesia merayakan Hari Guru Nasional sebagai momen penghargaan terhadap jasa para pendidik. Namun, di tengah perayaan tersebut, sering kali peran vital sekelompok pendidik lain yaitu para Tutor Kesetaraan luput dari perhatian. Mereka adalah ujung tombak bagi Program Paket A, B, dan C, memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa memandang usia atau latar belakang, memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan.

Peran yang Setara, Pengabdian yang Nyata

Tugas seorang Tutor Kesetaraan jauh melampaui sekadar mengajar. Seperti halnya guru di sekolah formal, tugas utama mereka adalah mengajar, membimbing, dan memberikan motivasi kepada peserta didik. Namun, konteks pendidikan kesetaraan menuntut dedikasi ekstra. Peserta didik mereka sering kali berasal dari latar belakang yang kompleks mulai dari putus sekolah, pekerja, hingga ibu rumah tangga dengan tantangan waktu dan kepercayaan diri yang unik.

Tutor berperan sebagai fasilitator yang sabar dalam menjelaskan materi pembelajaran, membantu warga belajar memahami modul dan tugas belajar mandiri, hingga melakukan evaluasi untuk mengukur kemajuan. Lebih dari itu, peran kunci mereka adalah memastikan peserta didik memiliki semangat dan motivasi belajar yang optimal agar dapat menyelesaikan program kesetaraan. Mereka tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan harapan.

Foto: Pembelajaran Kesetaraan Paket A,B,C Berbasis Komputer

Landasan Hukum yang Menguatkan Status Pendidik

Melupakan peran tutor berarti mengabaikan amanat undang-undang. Status pendidik pada pendidikan kesetaraan, yang disebut tutor, diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Regulasi ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian diubah dengan PP Nomor 4 Tahun 2022, yang mengatur standar penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal.

Secara spesifik, aturan terkait tutor menetapkan standar profesionalisme:

  1. Kualifikasi Akademik: Tutor diwajibkan memiliki kualifikasi minimal D4 atau Sarjana (S1), setara dengan standar guru formal, sesuai dengan rumpun ilmu yang diampu.

  2. Kompetensi: Mereka dituntut untuk menguasai kompetensi unik dalam mengelola pembelajaran tatap muka, belajar mandiri, dan tutorial. Keterampilan ini krusial untuk mengembangkan pembelajaran yang berkualitas dengan pendekatan yang bermakna dan fleksibel.

  3. Pengakuan Resmi: Tutor yang mengajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang memiliki izin operasional bahkan dapat memperoleh Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), sebuah pengakuan formal sebagai pendidik.

Foto: Kualifikasi Pendidikan Bagi Tutor Minimal D4 atau S1

Melangkah Maju, Mengangkat Harkat

Meskipun secara regulasi peran mereka diakui dan distandarisasi, dalam praktik, tutor sering menghadapi tantangan pengakuan, kesejahteraan, dan minimnya program pengembangan diri. Mereka mungkin tidak wajib memiliki sertifikat pendidik, namun pemerintah daerah diharapkan menyediakan program bantuan untuk meningkatkan kualifikasi mereka, sebuah upaya yang harus terus didorong.

Di Hari Guru Nasional ini, mari kita ubah narasi. Tutor Kesetaraan adalah pendidik profesional yang bekerja di garis depan inklusivitas pendidikan. Mereka berhak mendapatkan penghargaan dan pengakuan yang setara dengan guru lainnya.

Menghormati Tutor Kesetaraan adalah menghormati cita-cita pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa, tanpa terkecuali. Selamat Hari Guru Nasional, terima kasih kepada para tutor, pahlawan tanpa tanda jasa di balik layar pendidikan kesetaraan.

Rabu, 19 November 2025

Julia Mukti Raih Juara Pertama Lomba Menyanyi Solo Hari Korpri 2025


Selasa 18/11, Suasana Aula Pemda Subang pagi itu terasa berbeda. Nuansa peringatan Hari Korpri yang ke 54 selalu menghadirkan semangat kebersamaan antar aparatur sipil negara di Kabupaten Subang, namun tahun ini menjadi lebih istimewa bagi SPNF SKB. Pasalnya, salah satu ASN terbaiknya, Julia Mukti Restiarini. S.Pd dengan Nomor urut 20, berhasil meraih juara pertama dalam lomba menyanyi solo yang digelar sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Korpri 2025.

Teh Jul biasa akrab disapa sehari-hari dikenal sebagai pribadi ramah dan berdedikasi dalam menjalankan tugasnya, tampil memukau di hadapan para juri dan penonton. Dengan suara merdu serta teknik vokal yang matang, ia mampu membawakan lagu pilihannya secara penuh penghayatan. Penampilan tersebut bukan hanya menuai tepuk tangan meriah, tetapi juga berhasil memikat hati para juri. Bukti keunggulan itu terlihat dari nilai akhir yang sangat tinggi, yakni 815 poin, menjadikannya peserta dengan perolehan angka tertinggi pada Lomba tahun ini.
Dukungan Keluarga yang selalu berada disamping Sang Pemenang

Ibu dari dua anak tersebut tak menyangka bahwa dirinya akan meraih posisi puncak. Baginya, bernyanyi adalah bagian dari hobi dan media untuk mengekspresikan diri, namun kesempatan untuk tampil dalam ajang resmi seperti Hari Korpri memberikan pengalaman tersendiri. Meski begitu, Julia tetap tampil percaya diri dan memberikan yang terbaik. Ketekunannya dalam mempersiapkan diri, mulai dari pemilihan lagu, penguasaan teknik pernapasan, hingga penjiwaan makna lirik, menjadi kunci keberhasilannya.
Rekan dan Pimpinan Bid. PNF Disdikbud Subang 

Teh Jul menyampaikan rasa syukur dan bangganya atas prestasi tersebut. Ia juga  mengungkapkan bahwa dukungan keluarga Tercinta dan rekan rekannya menjadi motivasi . “Alhamdulillah...masya allah..Terima kasih keluarga besar SKB  atas do'a dan dukungannya...,” ungkapnya dengan senyum penuh haru.
Prestasi ini tak hanya menjadi kebanggaan pribadi bagi Julia Mukti, tetapi juga menjadi kebanggaan bagi keluarga besar SPNF SKB, yang selama ini dikenal sebagai lembaga yang selalu mendorong kreativitas, pengembangan bakat, serta prestasi para tenaga pendidik maupun peserta didiknya. 
Ucapan selamat atas prestasi yang diraihnya mengalir salahsatunya dari Ketua Taman Bacaan Masyarakat SPNF SKB Hj. Siti Aminah,  menyampaikan apresiasi yang tinggi atas keberhasilan Julia. Menurutnya, capaian ini menjadi bukti bahwa ASN  pun memiliki ruang luas untuk mengembangkan potensi di luar tugas pokok mereka.
Kemenangan Julia Mukti di ajang lomba menyanyi solo Hari Korpri 2025 menjadi inspirasi bagi rekan-rekan sejawatnya. Ia membuktikan bahwa rutinitas pekerjaan tidak menjadi halangan untuk terus berkarya. Dengan semangat dan dedikasi, prestasi dapat diraih tanpa mengesampingkan peran sebagai pendidik maupun sebagai ibu dalam keluarga.
Pada akhirnya, keberhasilan ini diharapkan mampu memupuk semangat seluruh ASN untuk terus meningkatkan kreativitas, profesionalisme, dan kualitas diri. Hari Korpri bukan hanya tentang seremonial tahunan, tetapi juga momentum untuk menunjukkan karya dan bakti terbaik bagi masyarakat. Dan tahun ini, Julia Mukti telah memberikan contoh nyata melalui suara merdunya yang mengalun indah di Aula Pemda Subang, mengukuhkan dirinya sebagai juara pertama dan simbol inspirasi bagi banyak orang.