![]() |
| Gambar : Sebagai Illustrasi |
Peribahasa Jawa menyimpan kearifan lokal yang mendalam dan tak lekang oleh zaman. Salah satunya adalah ungkapan “Urip iku mung sawang-sinawang”, yang secara harfiah berarti hidup itu hanyalah saling melihat dan menilai. Makna yang terkandung di dalamnya sangat relevan untuk merefleksikan cara manusia memahami kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan.
Makna Filosofis dalam Kehidupan
Peribahasa ini mengajarkan bahwa kehidupan seringkali tampak berbeda ketika dipandang dari sudut mata orang lain. Apa yang terlihat indah, mapan, atau bahagia bagi seseorang, bisa jadi menyimpan kesulitan, perjuangan, dan luka yang tidak terlihat oleh mata luar. Sebaliknya, hidup yang sederhana dan penuh keterbatasan, bisa saja menyimpan kedamaian dan kebahagiaan yang justru tidak dimiliki mereka yang bergelimang harta.
Dengan demikian, “Urip iku mung sawang-sinawang” menegaskan bahwa penilaian terhadap kehidupan orang lain bersifat relatif dan subjektif. Tidak ada kehidupan yang benar-benar sempurna, karena masing-masing manusia memiliki ujian dan perannya sendiri.
Relevansi dalam Dunia Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, peribahasa ini dapat dibaca dari dua arah:
-
Bagi Pendidik
Guru maupun dosen sering menilai keberhasilan siswa hanya dari pencapaian akademik. Padahal, di balik nilai angka atau prestasi, setiap peserta didik memiliki latar belakang, kesulitan, dan potensi yang tidak selalu terlihat. “Sawang-sinawang” mengingatkan pendidik agar tidak cepat menghakimi, melainkan berusaha memahami keragaman kondisi siswa. -
Bagi Peserta Didik
Sering kali siswa merasa minder atau iri terhadap teman yang tampak lebih pintar, lebih kaya, atau lebih populer. Padahal, apa yang terlihat hanyalah permukaan. Setiap orang punya perjuangan sendiri. Dengan memahami peribahasa ini, siswa didorong untuk mensyukuri kelebihan dan terus mengasah potensinya tanpa harus terjebak dalam perbandingan yang melelahkan. -
Bagi Sistem Pendidikan
Pendidikan sering dipandang sebagai jalan menuju prestise sosial dan ekonomi. Namun “sawang-sinawang” mengingatkan bahwa pendidikan tidak boleh hanya dinilai dari gelar atau status, melainkan sejauh mana ia mampu membentuk manusia yang berkarakter, bijaksana, dan berguna bagi semesta.
Refleksi Penutup
Peribahasa “Urip iku mung sawang-sinawang” bukanlah ajakan untuk pasrah, melainkan panggilan untuk lebih arif dalam melihat kehidupan. Di dunia pendidikan, makna ini menjadi pengingat bahwa setiap manusia baik guru maupun murid punya cerita, tantangan, dan jalan masing-masing. Maka, alih-alih membandingkan atau menilai secara dangkal, marilah kita belajar untuk memahami, menghargai, dan mensyukuri.
Dengan begitu, pendidikan tidak hanya menjadi proses transfer ilmu, tetapi juga perjalanan membangun empati dan kebijaksanaan hidup.
diambil dari berbagai sumber internet
