Minggu, 16 November 2025

Apa Itu Efikasi Diri?


Efikasi Diri (Self-Efficacy) adalah salah satu konsep terpenting dalam psikologi yang dicetuskan oleh psikolog terkenal, Albert Bandura. Secara sederhana, efikasi diri adalah keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri untuk berhasil melaksanakan tugas atau mencapai tujuan tertentu. Ini bukan tentang keterampilan yang sebenarnya dimiliki seseorang, melainkan tentang penilaian subjektif terhadap apa yang mampu ia lakukan dengan keterampilan tersebut dalam berbagai situasi.

Mengapa Efikasi Diri Itu Penting?

Tingkat efikasi diri seseorang memiliki pengaruh besar pada cara mereka berpikir, merasakan, dan bertindak.

  • Pilihan dan Tindakan: Individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung memilih tugas yang menantang dan melihat masalah sebagai rintangan yang harus diatasi, bukan ancaman yang harus dihindari. Sebaliknya, mereka yang memiliki efikasi diri rendah mungkin menghindari tugas yang dirasa sulit.

  • Ketekunan: Efikasi diri yang kuat membuat seseorang lebih ulet dalam menghadapi kegagalan atau kemunduran. Mereka akan bangkit kembali dan mencoba strategi baru, meyakini bahwa upaya tambahan akan menghasilkan keberhasilan.

  • Respon Emosional: Efikasi diri membantu mengelola stres, kecemasan, dan depresi. Ketika seseorang yakin bisa mengatasi situasi, tingkat kecemasan mereka akan menurun.

Sumber Efikasi Diri

Menurut Bandura, efikasi diri dikembangkan dari empat sumber utama:

  1. Pengalaman Penguasaan (Mastery Experiences): Ini adalah sumber paling efektif. Keberhasilan di masa lalu dalam menyelesaikan tugas akan memperkuat keyakinan bahwa kita bisa berhasil di masa depan.

  2. Pemodelan Sosial (Vicarious Experiences): Melihat orang lain terutama yang kita anggap mirip dengan kita—berhasil setelah berusaha, akan meningkatkan keyakinan kita bahwa kita juga bisa berhasil.

  3. Bujukan Sosial (Social Persuasion): Dorongan, pujian, dan keyakinan yang disampaikan oleh orang lain (misalnya, guru atau mentor) dapat meyakinkan kita bahwa kita memiliki kemampuan untuk sukses.

  4. Kondisi Fisiologis dan Emosional (Physiological and Emotional States): Mempelajari cara menginterpretasikan dan merespons kondisi tubuh (seperti detak jantung atau keringat) sebagai kegembiraan atau kesiapan, alih-alih sebagai kecemasan atau ketidakberdayaan, dapat memengaruhi efikasi diri.

Singkatnya, efikasi diri adalah mesin motivasi internal. Keyakinan ini mendorong kita untuk mengambil inisiatif, bertahan dalam kesulitan, dan pada akhirnya, mengubah potensi menjadi kenyataan.

Sabtu, 15 November 2025

Warga Belajar SPNF Subang Kenal Sejarah Daerah Lewat Outing Class ke Museum Subang

Ket ; Foto Bersama SPNF SKB di Depan Museum

Subang, 15/11  Semangat belajar di pendidikan nonformal terus menyala. Hari ini, SPNF SKB Subang melalui Kelas Belajar Kesetaraan  Rombel Kalijati, sukses menggelar kegiatan Outing Class ke Museum Subang sebagai bagian dari upaya memperluas wawasan sejarah lokal.

Kegiatan edukatif ini diikuti oleh seluruh warga belajar kesetaraan Paket A, B, dan C Rombel Kalijati. Mereka didampingi oleh para Tutor hebat yang memastikan proses pembelajaran di luar kelas berjalan efektif dan menyenangkan. Kunjungan ke museum ini bertujuan mengajak warga belajar mengenal lebih dekat dan mendalam mengenai sejarah Kabupaten Subang dari masa ke masa, mulai dari era prasejarah hingga perkembangannya saat ini.

Kehadiran Plt. SPNF SKB, Bapak Widi Prasetio, menambah semangat dalam kegiatan ini. Dalam pesannya, Widi menekankan pentingnya menjaga "bara semangat dalam belajar" di pendidikan nonformal. Beliau berharap kegiatan ini tidak hanya menambah ilmu pengetahuan, tetapi juga memotivasi warga belajar untuk terus bersemangat mengejar cita-cita.

Mewakili Tutor,Ae Suhaeni "Kami, para tutor Rombel Kalijati, sangat bangga dan mengapresiasi tinggi antusiasme yang ditunjukkan oleh warga belajar kami dalam outing class ke Museum Subang ini. Kegiatan ini bukan hanya sekadar rekreasi, tetapi merupakan perwujudan nyata dari pembelajaran kontekstual. Antusiasme warga belajar terlihat jelas sepanjang kunjungan. Salah satu peserta, Anang, menyambut positif kegiatan outing class ini. "Sangat antusias sekali. Kami jadi bisa melihat langsung benda-benda bersejarah yang selama ini mungkin hanya kami dengar. Belajar di luar kelas seperti ini membuat kami lebih semangat," ujar Anang. 


Sesi mini bioskop tentang Lanud Kalijati adalah penambahan yang brilian. Itu menghubungkan mereka dengan peristiwa krusial sejarah bangsa yang terjadi tepat di dekat tempat tinggal mereka.

Rangkaian kegiatan Outing Class ini ditutup dengan sesi ramah tamah yang hangat di Gedung SKB. Momen ini menjadi kesempatan bagi warga belajar, tutor, dan pimpinan untuk saling berinteraksi dan mempererat tali silaturahmi.

Manfaat Penting Outing Class ke Museum Subang

Kegiatan Outing Class ke museum, khususnya bagi warga belajar kesetaraan, membawa banyak manfaat signifikan yang melampaui pembelajaran teoretis di kelas. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari kegiatan ini:

1. Meningkatkan Pemahaman Sejarah dan Wawasan Lokal secara Konkret

Belajar sejarah dari buku teks seringkali bersifat abstrak. Melalui kunjungan ke Museum Subang, warga belajar dapat melihat, menyentuh (secara visual), dan mengamati langsung artefak, diorama, dan peninggalan bersejarah yang menjadi saksi bisu perkembangan Kabupaten Subang. Visualisasi nyata ini membuat materi sejarah menjadi lebih mudah diserap dan diingat, sekaligus menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap tanah air dan daerah asal.

2. Mendorong Pembelajaran Interaktif dan Keterlibatan Aktif

Museum adalah lingkungan belajar informal yang mendorong rasa ingin tahu. Peserta tidak hanya mendengarkan, tetapi juga aktif mengamati, mengajukan pertanyaan kepada pemandu atau tutor, dan berdiskusi dengan teman. Metode ini jauh lebih interaktif daripada duduk di kelas, sehingga meningkatkan keterlibatan aktif, memicu pemikiran kritis, dan mengembangkan kemampuan observasi dan analisis.

3. Mengembangkan Keterampilan Sosial dan Adaptasi

Kegiatan bersama di luar kelas seperti ini merupakan sarana efektif untuk mengasah soft skills. Warga belajar dilatih untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman-teman dari paket belajar yang berbeda (A, B, dan C), serta dengan para tutor dan petugas museum. Mereka juga belajar beradaptasi dengan lingkungan baru, mengelola waktu selama perjalanan, dan mematuhi aturan di tempat publik, yang kesemuanya penting untuk pengembangan kemandirian dan keterampilan sosial di kehidupan bermasyarakat.

4. Membangkitkan Motivasi dan Semangat Belajar

Suasana baru di luar rutinitas kelas dapat mengurangi kejenuhan dan menyegarkan pikiran. Pengalaman menyenangkan selama outing class, ditambah dengan pesan motivasi dari Plt. SPNF SKB Bapak Widi Prasetio, secara signifikan dapat membangkitkan kembali bara semangat belajar warga belajar nonformal, meyakinkan mereka bahwa pendidikan dapat diakses dengan cara yang beragam, menyenangkan, dan bermakna.

Dengan kombinasi belajar di kelas dan kunjungan lapangan seperti ini, SPNF SKB Subang terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan pendidikan kesetaraan yang berkualitas dan relevan bagi seluruh warga belajarnya.

Red. Kundjati

Kamis, 16 Oktober 2025

Dilema Pendidikan: Kasus Kepsek SMAN 1 Cimarga, Antara Disiplin, Perlindungan Anak, dan Solidaritas Profesi

 



Peristiwa yang terjadi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, telah menyulut perdebatan sengit di masyarakat dan dunia pendidikan Indonesia. Insiden yang melibatkan Kepala Sekolah (Kepsek) Dini Fitria yang diduga menampar seorang siswa berinisial ILP karena ketahuan merokok dan berbohong, telah memicu gelombang aksi solidaritas siswa yang mogok sekolah, laporan kepolisian dari orang tua, hingga intervensi pemerintah daerah yang berujung mediasi damai. Kasus ini menjadi cerminan kompleksnya hubungan antara pendidik dan peserta didik di era di mana perlindungan anak dan perlindungan guru sama-sama menjadi sorotan. 

Kejadian bermula ketika Kepsek memergoki siswa ILP merokok di lingkungan sekolah saat kegiatan "Jumat Bersih". Kepsek mengaku melakukan teguran keras, bahkan "memukul pelan" yang ia sebut sebagai reaksi spontan dan bentuk kekecewaan atas ketidakjujuran siswa, bukan hanya karena perilaku merokoknya. Reaksi atas tindakan ini bergulir cepat yang kemudian Orang tua siswa melaporkan Kepsek ke polisi atas dugaan tindak kekerasan. Berlanjut dengan Aksi Solidaritas Siswa sebanyak Ratusan siswa melakukan aksi mogok sekolah, menuntut agar Kepsek diberhentikan, menunjukkan tingkat solidaritas yang tinggi di kalangan pelajar. Kasus ini memicu perdebatan di media sosial. Sebagian mendukung tindakan Kepsek sebagai upaya penegakan disiplin, sementara yang lain mengecamnya sebagai bentuk kekerasan terhadap anak. Bahkan, sempat beredar isu adanya gerakan yang diduga akan melakukan blacklist terhadap lulusan sekolah tersebut oleh dunia kerja, meski isu ini perlu diverifikasi lebih lanjut. Sejumlah guru dan organisasi profesi guru menunjukkan dukungan kepada Kepsek, melihat kejadian ini sebagai risiko profesi pendidik dalam menegakkan aturan. Hingga Intervensi Pemerintah, Gubernur Banten sempat menonaktifkan Kepsek untuk menormalkan suasana, namun kemudian mengklarifikasi dan mengaktifkan kembali setelah dilakukan mediasi. Akhirnya, kedua belah pihak Kepsek dan siswa/orang tua bertemu dan sepakat berdamai, dengan rencana pencabutan laporan polisi. 

Tinjauan Regulasi

Kasus ini menyinggung dua payung hukum utama dalam dunia pendidikan, yaitu perlindungan anak dan perlindungan profesi guru.

1. Perlindungan Anak: Prioritas Non-Kekerasan

Undang-Undang yang menjadi landasan utama adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  • Pasal 1 Ayat (1): Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

  • Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 13 Ayat (1): Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

  • Prinsip Utama: Prinsip perlindungan anak menjamin hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, serta dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Tindakan kekerasan fisik, sekecil apapun, dalam proses pendidikan adalah pelanggaran terhadap hak anak.

2. Perlindungan Guru: Antara Hak dan Batasan Disiplin

Perlindungan terhadap guru diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

  • UU Guru dan Dosen Pasal 39 Ayat (1): Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan ini mencakup perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, serta Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

  • Permendikbud No. 10/2017: Memberikan perlindungan hukum bagi guru yang menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas, termasuk yang berasal dari peserta didik, orang tua/wali, atau pihak lain, sepanjang tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

  • Batasan: Perlindungan hukum guru tidak berlaku jika tindakan yang dilakukan guru termasuk kategori kekerasan atau melanggar hak asasi anak. Artinya, upaya penegakan disiplin harus dilakukan dengan cara-cara edukatif yang tidak menimbulkan dampak fisik maupun psikis negatif.

Solusi Pencegahan dan Langkah Edukatif

Untuk mencegah terulangnya insiden serupa, perlu ada perbaikan sistemik yang menyeimbangkan antara penegakan disiplin, hak anak, dan peran guru.

1. Membangun Sekolah yang Ramah Anak dan Aman

  • Penerapan Disiplin Positif: Sekolah harus mengganti hukuman fisik atau verbal yang kasar dengan metode disiplin positif. Hukuman harus bersifat edukatif, seperti bimbingan konseling, tugas tambahan yang relevan, atau restorasi (misalnya, membersihkan area yang dikotori).

  • Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK): Mengoptimalkan peran guru BK sebagai garda terdepan dalam pembinaan perilaku siswa. Masalah merokok atau ketidakjujuran harus ditangani melalui pendekatan psikologis dan pembinaan karakter.

  • Zona Anti-Kekerasan: Menjamin lingkungan sekolah sebagai zona aman dari segala bentuk kekerasan, baik oleh guru, tenaga kependidikan, maupun sesama siswa, sesuai amanat UU Perlindungan Anak.

2. Penguatan Kompetensi Pendidik

  • Pelatihan Manajemen Emosi: Memberikan pelatihan rutin kepada guru dan kepala sekolah mengenai manajemen emosi, komunikasi asertif, dan teknik penanganan konflik tanpa kekerasan.

  • Peningkatan Pemahaman Regulasi: Melakukan sosialisasi berkala tentang batasan hak dan kewajiban pendidik, termasuk konsekuensi hukum dari tindakan kekerasan, sejalan dengan UU Perlindungan Anak dan Permendikbud Perlindungan Guru.

3. Kemitraan Sekolah dan Orang Tua

  • Komunikasi Terbuka: Menguatkan forum komunikasi yang efektif antara sekolah dan orang tua. Orang tua harus dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program disiplin serta solusi atas pelanggaran siswa.

  • Pakta Integritas: Membuat pakta integritas yang ditandatangani oleh siswa, orang tua, dan guru, yang secara jelas memuat aturan sekolah, sanksi edukatif, serta komitmen untuk menyelesaikan masalah secara musyawarah dan tanpa kekerasan.

Kasus SMAN 1 Cimarga adalah pengingat penting bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan bahwa penegakan disiplin di sekolah harus berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan dan edukasi, sejalan dengan semangat perlindungan anak, namun tanpa mengorbankan marwah dan peran strategis profesi guru.

ditinjau dari berbagai sumber berita